Rabu, 22 April 2009

Perempuan Hindu

Om Swastyastu…..


WANITA MENURUT PANDANGAN HINDU


Oleh Jro Mangku Istri Putu Suponi

Hemm … Biasanya, sangatlah jarang Wanita / Istri Hindu muncul dalam suatu publik, apakah memang demikian…......................….. ? Kalau toh memang benar agak sulit untuk menulusuri sebenarnya apasih yang menyebabkan demikian,...............................................….. ?
Lebih lebih lagi kalau beliau itu statusnya sebagai pemangku istri, adalah sangat jarang untuk muncul tegar didepan publik, apakah karena kesibukan, sesananing pemangku, atau sudah memang sudah dari dulu culture Luh Luh Bali, ada sesonggan ede sube sekolah tinggi tinggi, paling akhirnya ke dapur……...................................... ?
apakah memang ditakdirkan sudah demikian…............................… ?

Wanita sangat diperhatikan sebagai penerus keturunan dan sekaligus sarana terwujudnya Punarbhava atau re-inkarnasi, sebagai salah satu srada (kepercayaan/ keyakinan) Hindu. Sejak mengalami menstruasi pertama, seorang wanita sudah dianggap dewasa, dan juga merupakan ciri/tanda bahwa ia mempunyai kemampuan untuk hamil. Oleh karena itu peradaban lembah sungai Indus di India sejak beribu tahun lampau senantiasa menghormati dan memperlakukan wanita secara hati-hati terutama ketika ia menstruasi. Wanita yang sedang menstruasi dijaga tetap berada didalam kamar agar terlindung dari mara bahaya.

Lihatlah kisah Mahabharata ketika Drupadi, istri Pandawa, yang sedang menstruasi menjadi korban taruhan kekalahan berjudi Dharmawangsa dari Pandawa melawan Sakuni di pihak Korawa. Ia diseret keluar dan coba ditelanjangi oleh Dursasana di depan sidang. Dewa Dharma melindungi Drupadi sehingga kain penutup badan Drupadi tidak pernah habis, tetap melindungi tubuh walau bermeter-meter telah ditarik darinya. Sejak awal Drupadi sudah mengingatkan Dursasana, bahwa ia sedang haid, tidak boleh diperlakukan kasar dan dipaksa demikian. Akhirnya dalam perang Bharatayuda, Dursasana dibinasakan Bima, dan Drupadi menebus kaul dengan mencuci rambutnya dengan darah Dursasana.

Wanita yang sedang menstruasi harus diperlakukan khusus karena di saat itu ia memerlukan ketenangan phisik dan mental. Namun perkembangan tradisi beragama Hindu di Bali menjadi berbeda, seperti yang disebutkan dalam Lontar Catur Cuntaka, bahwa wanita yang sedang haid tergolong "cuntaka" atau "sebel" atau dalam bahasa sehari-hari disebut kotor, sehingga ia dilarang sembahyang atau masuk ke Pura. Ini perlu diluruskan sesuai dengan filosofi Hindu yang benar.

Wanita dewasa hendaknya dinikahkan dengan cara-cara yang baik, sesuai dengan Kitab Suci Manava Dharmasastra III. 21-30, yaitu menurut cara yang disebut sebagai Brahmana, Daiva, Rsi dan Prajapati. Brahmana wiwaha adalah pernikahan dengan seorang yang terpelajar dan berkedudukan baik; Daiva wiwaha adalah pernikahan dengan seorang keluarga Pendeta; Rsi wiwaha adalah pernikahan dengan mas kawin; dan Prajapati wiwaha adalah pernikahan yang direstui oleh kedua belah pihak.

Di masyarakat Hindu modern dewasa ini sering ditemui cara perkawinan campuran dari cara-cara yang pertama, ketiga dan keempat. Singkatnya, perkawinan yang baik adalah dengan lelaki yang berpendidikan, berbudi luhur, berpenghasilan dan disetujui oleh orang tua dari kedua pihak. Selanjutnya dalam Kitab Suci itu juga diulas bahwa pernikahan adalah "Dharma Sampati" artinya "tindakan Dharma" karena melalui pernikahan, ada kesempatan re-inkarnasi bagi roh-roh leluhur yang diperintahkan Hyang Widhi untuk menjelma kembali sebagai manusia.
Dalam tinjauan Dharma Sampati itu terkandung peranan masing-masing pihak yaitu suami dan istri yang menyatu dalam membina rumah tangga. Istri disebut sebagai pengamal Dharma dan suami disebut sebagai pengamal Shakti.

Peranan istri dapat dikatakan sebagai pengamal Dharma, karena hal-hal yang dikerjakan seperti mengandung, melahirkan, memelihara bayi dan seterusnya mengajar dan mendidik anak-anak, mempersiapkan upacara-upacara Hindu di lingkungan rumah tangga, menyayangi suami, merawat mertua, dan lain-lain. Peranan suami dapat dikatakan sebagai pengamal Shakti, karena dengan kemampuan pikiran dan jasmani ia bekerja mencari nafkah untuk kehidupan rumah tangganya. Kombinasi antara Dharma dan Shakti ini menumbuh-kembangkan dinamika kehidupan. Oleh karena itu pula istri disebut sebagai "Pradana" yang artinya pemelihara, dan suami disebut sebagai "Purusha" artinya penerus keturunan.

Bila perkawinan disebut sebagai Dharma, maka sesuai hukum alam (Rta): rwa-bhineda (dua yang berbeda), maka ada pula yang disebut Adharma. Dalam hal ini perceraian adalah Adharma, karena dengan perceraian, timbul kesengsaraan bagi pihak-pihak yang bercerai yaitu suami, istri, anak-anak, dan mertua. Maka dalam agama Hindu, perceraian sangat dihindari, karena termasuk perbuatan Adharma atau dosa.

Istri harus dijaga dengan baik, disenangkan hatinya, digauli dengan halus sesuai dengan hari-hari yang baik sebagaimana disebut dalam

Manava Dharmasastra III.45:
Rtu kalabhigamisyat,
Swadharaniratah sada,
Parvavarjam vrajeksainam,
Tad vrato rati kamyaya".

Hendaknya suami menggauli istrinya dalam waktu-waktu tertentu dan merasa selalu puas dengan istrinya seorang, ia juga boleh dengan maksud menyenangkan hati istrinya mendekatinya untuk mengadakan hubungan badan pada hari-hari yang baik

Selanjutnya MD III.55:
Pitrbhir bhatrbhis,
Caitah patibhir devaraistatha,
Pujya bhusayita vyasca,
Bahu kalyanmipsubhih.

Istri harus dihormati dan disayangi oleh mertua, ipar, saudara, suami dan anak-anak bila mereka menghendaki kesejahteraan dirinya.
Ucapan sorga ada di tangan wanita bukanlah suatu slogan kosong, karena ditulis dalam

MD.III.56:
Yatra naryastu pujyante,
Ramante tatra devatah,
Yatraitastu na pujyante,
Yarvastatraphalah kriyah.

Di mana wanita dihormati, di sanalah para Dewa-Dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

Lebih tegas lagi dalam sloka berikutnya:
MD.III. 57 :
Socanti jamayo yatra,
Vinasyatyacu tatkulam,
Na socanti tu yatraita,
Vardhate taddhi sarvada.

Di mana wanita hidup dalam kesedihan,
keluarga itu akan cepat hancur,
tetapi di mana wanita tidak menderita,
keluarga itu akan selalu bahagia.

Orang yang Putusasa adalah mereka yang tidak mampu mengambil Hikmah dari suatu kejadian, akhirnya hanya menyalahkan karunia Tuhan.

Selamat hari Kartini untukmu perempuan Indonesiaku – semoga memberi inspirasi.

Om Santih Santih Santih Om …..

Sumber: JMS

Selasa, 21 April 2009

Merawat Tubuh agar Sehat

http://gagakayu.blogspot.com/2009/04/sayangi-mahkotamu.html

Merawat Tubuh agar Sehat

TUBUH perempuan adalah tubuh yang sangat rentan. Bila Anda tidak bisa merawatnya dengan baik, maka tubuh Anda akan tidak menarik. Kusam dan tentu saja mengurangi rasa percaya diri Anda bila tampil di depan publik. Berikut langkah sederhana yang bisa Anda lakukan untuk merawat tubuh Anda.

Selanjutnya
http://batankelecung.blogspot.com/2009/04/menjadikan-kulit-halus.html

Minggu, 19 April 2009

Berita Pertemuan April 2009

Om Swastyastu,

Pertemuan T Sarua tanggal 19 April 2009 di rumah Bpk Nyoman Pudja, yang diawali persembahyangan dipimpin Mangku N. Wintha membahas beberapa hal antara lain, pendataan keanggotaan, informasi program dan anggaran, keanggotaan Yay. Pitra Yadnya, Iuran anggota dsbnya.
Disepakati beberapa keputusan sebagai berikut :
1. Seluruh warga T Sarua menjadi anggota Yay. Pitra Yadnya
2. Dalam mendukung program kegiatan yang dilaksanakan, warga sepakat untuk meningkatkan iuran menjadi Rp25.000,- termasuk iuran kepada Yay. Pitra Yadnya sebesar Rp10.000,-
3. Pendaftaran anggota ke Yay. dibantu pengurus dilaksanakan bulan Juni 2009
Disamping itu di informasikan bahwa Parisada DKI Jakarta akan mengadakan Dharma Santi di Pura Aditya Jaya Rawamangun tanggal 26 April 2009.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om