Rabu, 22 Juli 2009

Pitra Yadnya

PITRA – YADNYA – Bagian III

Pada bagian Pitra Yadnya yang ke I telah kita lewati : yaitu berkaitan dengan “Wahya”. Sedangkan untuk Pitrayadnya yang ke II sudah kita tinjau dari sisi “Ahdyatmikanya”.
Sebelum kita mulai terjun ke Upakaranya, mari kita lihat dulu makna dan simbolisasi dalam Upakara ini sehingga kita tidak akan bingung dengan adanya istilah istilah yang akan muncul.

1. Memandikan Jenazah :
Upakara memandikan Jenazah dengan peralatan dan tatacaranya disebut dengan Atiwa-tiwa, yang bermakna bahwa orang yang meninggal itu “mepeningan” atau mesucian, karena arwahnya akan meninggalkan Bhuh loka menuju Bhwah loka, yaitu alam pitara atau alam astral.

2. Meletakan Jenazah dibalai.
Ini bermakna, orang yang meninggal itu, kini telah siap untuk menerima pengabenan, yang diperuntukan kepadanya.

3. Ngendag atau ngulapin ke Setra.
Ini melambangkan atau memberitahukan kepada roch, Informasi bahwa orang yang di abenkan itu, diulapin / diajak pulang untuk diabenkan.

4. Mapegat.
Upacara ini mengandung makna menghilangkan mala atau kotoran pada sang Atma, supaya tidak lagi dilekati, oleh kotoran, maupun hal hal yang istimewa semasa hidupnya, sehingga hal ini tidak menyebabkan lantud pemarginya Sang Atma.

5. Melaspas Petulangan.
Ini bermakna membersihkan atau Nyapsap pekerjaan tukang wadah dan tukang petulangan.

6. Melebu Atau mekutang.
Bermakna membuang kotoran yang melekati sang Atma, termasuk pula stula sarira atau jasad manusia. Jasad manusia yang berasal dari unsur unsur Panca Maha Buta, dikembalikan ke asalnya yaitu Panca Maha Buta Agung, yaitu alam semesta ini yang disebut dengan Bhuh Loka.

7. Pemutaran Jenazah.
Jenasah diputar tigakali kekiri pada waktu berangkat dari rumah, pada persimpangan jalan, dan setelah sampai di Setra. Perputaran kekiri adalah simbolisasi turun. Kalau putaran kekanan adalah simbolisasi naik. Itulah sebabnya ada dua arah perputaran dalam upacara agama, yaitu Purwa Daksina perputaran kekanan, dan Presawiya perputaran kekiri. Perputaran Jenazah kekiri itu simbolisasi dari perjalanan menurun menuju bhuh loka atau alam bumi ini. Itulah sebabnya maka mekutang disebut dengan “Melebhu” baca melebu yang artinya menuju alam bumi ini. Dan Makna tiga kali ini adala suatu simbolisasi, dari pada mulainya perjalanan, tengah perjalanan, dan telah sampai ditempat tujuan.

8. Meletakan dipetulangan.
Ini bermakna bahwa sang Atma akan berjalan menghadap Hyang Widhi. Maka dari itu bentuk bentuk petulangan itu mempunyai suatu makna yang sangat dalam.

9. Membakar Jenazah atau pengawak sawa.
Ini mengandung arti symbolis, bahwa manusia diciptakan oleh Dewa Brahma ( Tri Murti ) dan setelah mati kembali lagi ke Dewa Brahma, atau menuju Brahma Loka.
Disamping itu juga mempunyai arti untuk mempercepat process penyatuan kembali ke unsur unsur Panca Maha Bhuta buana alit dengan unsur unsur Buwana agung.

10. Ngereka.
Mengandung makna mewujudkan kembali orang yang diabenkan itu dalam wujud yang lebih halus.

11. Sekah Tunggal.
Ini adalah pengawak atau perwujudan sarira orang yang diabenkan dalam wujud yang lebih halus. Apabila sekah tunggal itu berisi abu tulang sang pejah maka sekah ini disebut sekah asti.

12. Ngirim.
Ini adalah suatu symbolisasi melepas sang Atma menuju Bhwah loka / sering disebut dengan Nyalanang sang Atma.

13. Nganyut.
Menghanyutkan pengawak atau tawulan, sehingga menjadi lenyap – Sang Atma menuju Wisnu Loka ( menghanyutkan – ke Air ), terkadang ada suatu pengharapan semoga yang dihanyutkan itu kelak dilaut akan bertemu dengan partikelnya sungai Gangga, yang bermuara di laut.

14. Mekalamigi.
Berarti menyapsap atau membersihkan sebel kandel keluarganya. Dan membersihkan rumahnya dari sebelan.

15. Pemuput karya.
Menghaturkan rasa terimakasih serta permaklumkan bahwa Upacara Ngaben telah selesai dilakukan.

16. Ngarorasin.
Mengandung makna bahwa batas waktu sasebelan perumahan sudah selesai, dalam hal ini sering ngerorasin ini dikonotasikan dengan 12 hari setelah palebon. Maksudnya bukan demikian, karena Upakaranya yang disebut dengan Ngerorasin, karena ngerorasin ini bisa dilaksanakan segera setelah Pelebuan selesai ( catur Dresta ).

ISTILAH DALAM LOKAPALA SRAYA.

a) Ngastawa, adalah melakukan stuti dan stawa kehadapan Hyang Widi Wasa, dalam konteks kontek tertentu dalam upakara Ngaben.

b) Ngaskara adalah melakukan penyucian roch orang yang diabenkan, untuk bisa menjadi Pitara. Sebelum askara dilakukan maka rochnya disebut petara / Petala/I atau atma petara karena masih kotor, sering disebut dengan “Bhuta Cuil”

c) Narpana. Memberikan pabuktian atau bekal, di alam loka berupa hidangan, pakaian dan lain lain.

d) Mralina. Melebur atau memisahkan purusa dan prakerti orang yang diabenkan untuk dikembalikan ke sumbernya masing masing.
Purusa dikembalikan ke Maha Purusa, dan Prakerti dikembalikan ke Panca Maha Bhuta Agung. Atau dengan lain perkataan bahwa mralina melepas sang Atma.

e) Tirta – Tirta.
Tirta Penyudamala.
Pebersihan pengelukatan
Tirta Hyang Kemulan Kemimitan / Kawitan
Tirta Kahyangan Tiga
Tirta Prajapati
Pengentas
Penembak

Akan dijelaskan Pada “PITRA YADNYA” IV

Tidak ada komentar: